PEKANBARU - Kejaksaan Agung kembali melakukan penyitaan uang Rp372 miliar di kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Uang tersebut diamankan dari penggeledahan dua tempat yang dilakukan Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan penggeledahan pertama dilakukan di Menara Palma, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, yang dikelola oleh anak perusahaan PT Asset Pacific, Selasa (1/10/2024).
"Dalam penggeledahan tersebut, tim menemukan barang bukti elektronik serta sembilan koper berisi uang tunai Rp40 miliar dan SDG 2 juta atau setara Rp23,7 miliar dengan total Rp63,7 miliar," ujar Harli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/10/2024).
Penggeledahan kedua dilakukan di kantor PT Asset Pacific di Gedung Palma Tower, Jalan TN Simatupang, Rabu (2/10/2024). Di sana, penyidik menemukan tambahan uang tunai sekitar Rp304,5 miliar.
Juga diamankan sejumlah mata uang asing, termasuk SGD 12,5 juta atau Rp157,7 miliar, JPY 2 juta atau Rp212 juta, dan USD 700 ribu atau Rp10,6 miliar.
"Total uang yang disita mencapai kurang lebih Rp372 miliar, yang diduga merupakan hasil tindak pidana. Uang ini akan digunakan sebagai barang bukti dalam proses hukum selanjutnya," jelas Harli.
Harli menegaskan, penyidikan ini merupakan langkah serius Kejagung dalam menindak korupsi dan pencucian uang di sektor perkebunan kelapa sawit, yang selama ini dianggap merugikan negara.
"Kejaksaan Agung berkomitmen untuk membawa kasus ini ke jalur hukum dan menindak tegas semua pihak yang terlibat," kata Harli menegaskan.
Sebelumnya, Kejagung juga telah melakukan penyitaan dari PT Asset Pacific sebesar Rp450 milar.
Penyitaan didasarkan beberapa dokumen hukum, termasuk surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka terhadap PT Asset Pasific atas dugaan TPPU.
Selain PT Asset Pacific juga ditetapkan lima korporasi lain yang merupakan anak PT Duta Palma Group sebagai tersangka, yakni PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Darmex Plantations.
Harli menegaskan bahwa seluruh korporasi tersebut telah melakukan kegiatan usaha secara ilegal di lahan hutan, yang berpotensi merugikan negara.
Dalam penanganan kasus TPPU ini, penyidik telah memeriksa puluhan saksi. Terdiri dari pihak Pemkab Inhu, petinggi di anak perusahaan PT Duta Palma Group, kepala desa dan lainnya.
Untuk diketahui, pengusutan perkara TPPU ini merupakan pengembangan dari persidangan Surya Darmadi, bos PT Duta Palma Group dan mantan Bupati Inhu, Raja Thamsir Rachman.
Kasus telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan umum berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Nomor: PRIN-61/F.2/Fd.2/11/2023 tanggal 03 November 2023.
Sebelumnya, Surya Darmadi dijatuhi pidana penjara 16 tahun dan pidana uang pengganti senilai Rp2,2 triliun. Hukuman telah berkekuatan hukum tetap dan Surya Darmadi berstatus terpidana.
Thamsir Rachman juga dinyatakan bersalah. Di tingkat banding pada Pengadikan Tinggi DKI Jakarta, dia divonis 9 tahun penjara, lebih berat dari putusan hakim di pengadilan tingkat pertama.
Kasus bermula saat Surya Darmadi 'main mata' dengan Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman terkait pembukaan lahan kelapa sawit. Padahal lahan itu berada dalam kawasan hutan.
Surya Darmadi selaku pemilik PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberinda Subur, dan PT Panca Agro Lestari dan lainnya menjadikan kawasan hutan itu menjadi kebun kelapa sawit.*