Lima Kadis Diperintah Terdakwa, Terkait Pungli Sertifikat Prona Gunung Sahilan

Lima Kadis Diperintah Terdakwa, Terkait Pungli Sertifikat Prona Gunung Sahilan

CELOTEHRIAU.COM---Nurul Hidayah (22) terdakwa dugaan pungutan liar (Pungli) pengurusan sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) sebesar Rp295 juta yang merupakan mantan Sekretaris Desa (Sekdes) Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. 

Sidang yang digelar, Selasa (17/9/2019) kemarin, lima saksi berstatus sebagai Kadus diperiksa. 

Mereka adalah Paino Kadus Gunung Sahari, Solihin Kadus Sukajadi, Khairul Imam Kadus Desa Gunung Sari dan Mukhlas Kadus Sendang Sari serta Ahmad Subang Kadus Kedung Mulia. 

Jalannya persidangan, para Kadus mengak meminta uang kepada warga untuk pengurusan sertifikat Prona atas perintah terdakwa.

''Kami disuruh Buk Nurul,'' kata saksi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Dahlia Panjaitan SH.

Dalam pengurusan Prona itu, para saksi mengakui, setiap warga yang mengurus Prona akan dikenakan biaya Rp1,5 juta. Setelah terkumpul, uang itu diserahkan kepada terdakwa melalui saksi Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Gunung Sari NUr Nakiyati.

Lalu, Hakim kemudian mempertanyakan kepada saksi Nur atas keterangan kelima Kadus. Kepada hakim, Nur mengakui telah menerima uang itu dan menyerahkannya ke terdakwa.

Atas keterangan para saksi itu, terdakwa sempat membantah. Dia mengatakan, tidak semua warga yang membayar uang Rp1,5 jta untuk pengurusan Prona itu.

Dakwaan jaksa menyebutka, perbuatan terdakwa itu dilakukan pada 2016 lalu. Ketika itu pemerintah mencanangkan program nasional Prona untuk meningkatkan kepastian hukum yang memiliki manfaat terhadap pemilik tanah, khususnya bagi masyarakat kecil dalam hal biaya pengurusan.

Namun, oleh terdakwa justru menyalahgunakannya dengan meminta sejumlah biaya pengurusan penerbitan sertifikat kepada warga masyarakat di wilayah desanya. Uang yang diminta kepada masyarakat tidak mampu untuk pengurusan itu bervariasi.

Seharusnya selaku aparatur desa hal itu tidak pantas dilakukan terdakwa. Bukan hanya menambah beban masyarakat yang ingin mendapatkan hak atas kepemilikan tanah, tetapi perbuatan terdakwa telah melanggar hukum. Apalagi, Program tersebut telah dibiayai oleh negara.

Atas perbuatan terdakwa yang melakukan pemungutan ilegal itu. Terdakwa dijerat Pasal 12 dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP Ayat (1) ke-1 KUHP.