JAKARTA --Masyarakat Pulau Mendol, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, mendesak majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan dari PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM) terhadap Kementerian ATR/BPN soal pencabutan izin Hak Guna Usaha (HGU) melalui Surat Keputusan Nomor 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 tanggal 24 Januari 2023 lalu.
Hal ini disampaikan langsung oleh beberapa perwakilan masyarakat Pulau Mendol dengan melakukan aksi di depan PTUN Jakarta bersama WALHI Riau, WALHI Eksekutif Nasional, dan WALHI Jakarta pada Senin (21/8/2023).
Aksi diawali dengan membentangkan spanduk dan poster yang bertuliskan “Selamatkan Pulau Mendol, Majelis Hakim PTUN Jakarta Tolak Gugatan PT TUM” selanjutnya orasi depan PTUN Jakarta.
Kazzaini Ks, tokoh Masyarakat Pulau Mendol, mengatakan, aksi ini sebagai komitmen masyarakat Pulau Mendol mengawal proses persidangan dan meminta majelis hakim berpihak kepada masyarakat dan lingkungan dengan cara menolak gugatan PT TUM.
“Kami memohon kepada majelis hakim untuk menolak gugatan PT TUM atas pencabutan HGU oleh Kementerian ATR/BPN di Pulau Mendol, karena itu sangat merugikan masyarakat. Masyarakat sudah gelisah terhadap keberadaan P TUM,” ujar Kazzaini Ks.
Menurut Kazzaini Ks, konflik berawal dari Surat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau Nomor: MP.3.02/2123-14/VI/2022 tanggal 15 Juli 2022, ditujukan kepada Direktur PT TUM. Surat itu memuat peringatan kepada PT TUM bahwa dalam jangka paling lama 20 (dua puluh) hari kalender untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah HGU-nya.
Berdasarkan surat tersebut, PT TUM melakukan aktivitas pembangunan kanal, yang kemudian mendapat penolakan dari warga. Lalu, BPN Kantor Wilayah Provinsi Riau membentuk panitia C melakukan evaluasi terkait objek HGU milik PT TUM.
"Hasil evaluasi panitia C tertuang dalam berita acara Nomor 00146 dan 00147, yang ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat peringatan pertama sampai dengan peringatan etiga terkait penelantaran tanah seluas 6.055,77 hektare kepada manajemen PT TUM," jelas Kazzaini Ks
Pada 30 Januari 2022, masyarakat Pulau Mendol mendapat kabar Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 yang mencabut HGU PT TUM dan menetapkan lahan tersebut menjadi tanah terlantar. Surat keputusan tersebut saat ini sedang digugat oleh pihak PT TUM dan masih dalam proses persidangan.
Hal senada juga disampaikan Agustian selaku masyarakat Pulau Mendol. Menurutnya, sampai saat ini Pulau Mendol yang merupakan pulau terluar Provinsi Riau masih terancam dari pengrusakan sumber penghidupan masyarakat, yaitu kebun kelapa dan peladangan padi.
“Kami berharap kepada majelis hakim PTUN Jakarta dalam putusannya agar berpihak kepada masyarakat, karena PT TUM telah merampas hak rakyat di Pulau Mendol. Mau kemana kami lagi, jika hak sudah dirampas,” ucap Agustian.
Wan Andi Gunawan dan Muhammad Supiano, pemuda yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM) mengatakan, majelis hakim dalam putusannya harus melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol.
“Keputusan pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Kementerian ATR/BPN yang mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT TUM di Pulau Mendol perlu kita dukung dan kami percaya majelis hakim masih punya hati nurani,” ujar Wan Andi Gunawan.
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, mengatakan, pencabutan HGU PT TUM sebagai dasar keadilan melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol. "Secara substansi kita tahu bahwa tanah ini sudah dikuasai masyarakat sejak lama dan kami datang untuk memastikan putusannya harus adil dan berpihak kepada masyarakat dengan cara tidak mengabulkan gugatan PT TUM,” sebut Uli.
Kajian ruang dan observasi lapangan WALHI Riau di Pulau Mendol menemukan bahwa aktivitas perkebunan kelapa sawit PT TUM akan menjadi beban yang harus dihadapi oleh masyarakat.
Selain itu, aktivitas pembukaan kanal hingga bibir pantai yang dilakukan PT TUM membuat muka air tanah berkurang.
"Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit juga akan memengaruhi kondisi tanah Pulau Mendol, termasuk lahan pertanian masyarakat. Hal ini disebabkan 21,32persen atau 6.055 hektare daratan Pulau Mendol dikuasai PT TUM. jika ini dibiarkan maka akan berdampak buruk bagi ekosistem gambut, peladangan padi, dan perekonomian masyarakat Pulau Mendol," ujar Uli lagi.
Pulau Mendol merupakan pulau kecil seluas 30.717 hektare atau 307,17 km persegi. Pulau ini juga merupakan pulau gambut dengan lebih separuh luasan kawasan lindung ekosistem gambut.
"Oleh karena itu majelis hakim harus membatalkan gugatan PT TUM agar keselamatan gambut terjaga dan kelangsungan hidup masyarakat," tutur Uli.
Koordiator Media dan Penegakan Hukum WALHI Riau, Ahlul Fadli, mengatakan, Pulau Mendol akan dirusak oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit milik PT TUM. Hutan rusak, gambut rusak, dan sumber air akan terancam.
"Hari ini masyarakat meminta keadilan kepada para majelis hakim untuk mendengarkan suara-suara masyarakat," tutur Ahlul Fadli.*