Ini Alasan Harga BBM tak Kunjung Turun

Ini Alasan Harga BBM tak Kunjung Turun

CELOTEH RIAU.COM--PT Pertamina (Persero) belum menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) meski sejumlah kalangan menilai harga bahan bakar bisa dipangkas. Sebagian masyarakat meminta harga BBM turun karena harga minyak dunia sempat anjlok cukup tajam.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pernah menjelaskan sejumlah alasan perseroan menahan harga BBM pada posisi saat ini. Ia menuturkan permintaan BBM turun tajam di tengah pandemi virus corona. Secara nasional, permintaan BBM turun hingga 25 persen pada April lalu karena kebijakan pembatasan sosial. Bahkan di kota-kota besar, penurunan permintaan lebih dari 50 persen.

Penurunan konsumsi BBM masih berlanjut hingga menjelang lebaran. Konsumsi BBM jenis gasoline yakni Premium, Pertalite, dan Pertamax Series merosot sekitar 27,5 persen atau sekitar 67,7 kiloliter (kl) per hari dibandingkan kondisi normal.

Penurunan juga terjadi pada BBM jenis gasoil sekitar 22,8 persen atau 31,9 kl per hari. Sedangkan jenis avtur diperkirakan turun 95 persen setara 602 kl per hari dibandingkan kondisi normal.

"Situasi ini belum pernah terjadi, dilihat dari sales (penjualan) merupakan terendah dalam sejarah Pertamina. Kondisi ini berdampak ke operasional kilang dan keuangan Pertamina," ucap Nicke beberapa waktu lalu.

Selain penurunan permintaan, ia menyatakan perseroan mengalami tekanan dari pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, 93 persen pengeluaran perseroan menggunakan kurs dolar AS. Pada periode Maret nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi tajam. Puncaknya, pada 23 Maret di posisi Rp16.575 per dolar AS.

Laju rupiah mulai menguat pada April, hingga akhirnya berada di posisi Rp13.925 per dolar AS pada perdagangan Rabu (11/6) sore.

Kendati belum memangkas harga, perseroan menawarkan diskon berupa uang kembali (cashback) bagi pelanggan Pertamax dan Dex series sebesar 30 persen. Diskon diberikan bagi pelanggan yang bertransaksi secara non tunai menggunakan aplikasi milik BUMN selama periode 31 Mei-16 Juni 2019.

"Itu harganya sudah lebih rendah dari kalkulasi di publik. Walaupun permintaan turun, arus kas negatif, kami tetap spending dalam dolar AS, tapi kami baru luncurkan cashback 30 persen," tuturnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah masih mencermati harga minyak global. Menurutnya, harga minyak global biasanya akan balik arah menguat (rebound) dalam kurun waktu tiga bulan dalam periode krisis.

Ia mencontohkan krisis 2008 harga minyak anjlok sampai US$38 per barel namun mampu kembali stabil di US$70 per barel. Berkaca dari contoh tersebut, ia memprediksi harga minyak mentah akan kembali menguat.

"Kami perkirakan harga akan rebound pada kisaran US$40 per barel di akhir tahun," katanya.

Selain itu, ia mengaku pemerintah masih menunggu realisasi pemotongan produksi minyak global. Seperti diketahui, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, atau OPEC+ memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bph) untuk Mei dan Juni.

Prediksi Arifin tidak meleset. Pada April lalu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei sempat anjlok ke posisi minus US$37,63 per barel untuk pertama kalinya dalam sejarah. Serupa, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni anjlok 24 persen ke posisi US$19,33 per barel yang merupakan posisi terendah sejak Februari 2002.

Namun, harga dua minyak mentah acuan itu berangsur menguat. Pada perdagangan Rabu (10/6), minyak Brent untuk pengiriman Agustus berada di posisi US$41,73 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak WTI untuk pengiriman Juli di posisi US$39,60 per barel di New York Mercantile Exchange.

Penguatan harga minyak mentah dunia ditopang pemangkasan produksi oleh OPEC+. Bahkan, organisasi itu sepakat memperpanjang pemangkasan produksi 9,7 juta bph hingga Juli. Padahal sebelumnya, OPEC+ berencana menurunkan pemangkasan produksi menjadi 7,7 juta bph pada Juli-Desember dan 5,8 juta bph di Januari-April 2021.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) melayangkan somasi kepada Presiden Jokowi. Somasi dilakukan terkait kebijakan Jokowi yang tak segera menurunkan harga BBM walau minyak dunia sedang tertekan.

Koalisi tersebut antara lain beranggotakan Marwan Batubara (pengamat energi), Hatta Taliwang (aktivis yang pernah tersangkut kasus dugaan makar), dan Iwan Piliang (aktivis).

"Surat somasi sudah kami sampaikan ke Setneg kemarin pagi," kata Marwan.

Menurut mereka, masyarakat akan merugi Rp18 triliun jika pemerintah tak menurunkan harga BBM hingga akhir Juni 2020. Kerugian itu mereka hitung berdasarkan kelebihan bayar masyarakat karena harga BBM saat ini tak sesuai dengan formula yang ditetapkan pemerintah.

Berita Lainnya

Index