Pembatasan Akses Medsos Cekik Kebebasan Berekspresi

Pembatasan Akses Medsos Cekik Kebebasan Berekspresi
Ilustrasi

CELOTEHRIAU.COM ? Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai pembatasan akses media sosial pasca aksi 22 Mei mencekik hak kebebasan berekspresi netizen di Indonesia.

SAFEnet menganggap pembatasan akses media sosial ini merupakan bentuk pencekikan akses internet atau internet throttling.  Pencekikan akses internet ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam menjamin hak kebebasan berekspresi di Indonesia.

"Pembatasan akses internet atau internet throttling merupakan salah satu bentuk internet shutdown secara sengaja membatasi akses publik pada internet untuk periode tertentu--bukanlah praktik baru dalam upaya mengekang kebebasan berekspresi," ujar Kepala Divisi Akses Atas Informasi Unggul Sagena.

Ia memberi contoh pada 2016 silam, ada 56 internet shutdown diseluruh dunia. Berdasarkan perusahaan yang menyuarakan hak digital Access Now, , angka tersebut naik 180 persen dari tahun sebelumnya.

"Mayoritas menggunakan alasan serupa, demi keamanan negara dan memperlambat laju penyebaran hoaks, meskipun efektivitasnya dipertanyakan dan dampaknya yang bahkan dapat memengaruhi kondisi ekonomi negara," kata Unggul.

SAFEnet kemudian menuntut agar pemerintah Indonesia memastikan bahwa hak digital netizen sebagai bagian dari hak asasi manusia tidak akan terancam dengan pemberlakuan pembatasan internet.

Ke depannya, SAFEnet menuntut agar pemerintah agar tidak semena-mena menerapkan pembatasan akses media sosial dengan dasar  "demi keamanan negara" belaka. SAFEnet menuntut agar ada parameter yang jelas mengenai situasi darurat yang mendorong pemberlakuan pembatasan internet ini.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan pemulihan akses media sosial saat ini masih menunggu suasana kondusif. Kepastian situasi kondusif ini baru dapat diketahui setelah mendapat informasi dari pihak keamanan.

Berita Lainnya

Index