Politik Recehan di Pilkades

Politik Recehan di Pilkades
Najib Gunawan

PESTA demokrasi yang bersinggungan dengan politik uang tak ada habisnya untuk dikupas. Budaya money politic bukan hanya pada lingkaran pemilihan kepada daerah saja, malahan menggurita hingga ke akar terbawah sekalipun. 

Contoh kecil, ingin jadi perangkat desa saja setiap peserta harus bersinggungan dengan uang. Naik setingkat lagi, biaya politik recehan bertambah pula digitnya.

Di sejumlah daerah di Kabupaten Labuhanbatu, pesta demokrasi tingkat desa baru usai, Sabtu (28/12/2019) pekan lalu. Seabrek persoalan pun muncul akibat mengguritanya jual beli suara. 

Beragam cara dilakukan calon untuk meraup suara terbanyak demi sebuah kursi kepala desa. Ada yang melakukan serangan fajar, ada yang menawarkan bantuan transportasi menuju tempat pemungutan suara, ada juga yang mempengaruhi calon pemilih supaya mengarahkan suara mereka ke calon tertentu dengan imbalan "recehan". 

Pokoknya ada-ada sajalah siasat demi menyandang jabatan kepala desa. Dari sumber yang kuat, ditemukan bukti. Malahan ada yang tertangkap tangan menyerak recehan, dan ada juga pengakuan dari pemilih meski tidak ada bukti fisik permainan kotor uang tetapi berbentuk kesaksian. 

Dua hari usai pesta demokrasi tingkat desa itu, sejumlah calon tak sedikit pula yang akan melayangkan keberatannya kepada panitia Pilkades. Sebab, batas waktu pengajuan keberatan oleh calon atas hasil akhir sepekan usai pencoblosan. 

Kini, para calon yang tak terima hasil akhir pungutan suara tengah mempersiapkan langkah hingga mengumpulkan barang bukti. Mereka yang tak terima hasil penghitungan suara akan siap menempuh alur aturan dari panitia atas gugatannya. 

Lalu bagaimana proses pengajuan keberatan hasil Pilkades? Calon yang keberatan  wajib mengajukan keberatan kepada panitia, lalu panitia meneruskannya kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Setelah institusi tersebut menerima berkas keberatan calon melalui panitia, lalu hasil keputusan akan diteruskan ke kecamatan supaya menjalankan putusan. 

Alur ini tak cukup sampai disini, jika persoalan semakin rumit. Maka tidak tertutup kemungkinan berujung ke pengadilan. Dari data yang didapat penulis serta saksi, permainan politik recehan ini terjadi di sejumlah desa di dua kecamatan, seperti Bilah Hulu dan Bilah Hilir. 

Jika persoalan di tingkat desa saja seperti ini. Jangan harap lahir pemimpin berkualitas dari Pilkades. Sebab, politik uang yang menggurita ini sangat membahayakan buat kemajuan masyarakat desa. Apalagi, para calon yang menang akan mengelola dana desa yang cukup lumayan besar. 

Maka, jangan mimpi lahirlah kepala desa yang berniat tulus membangun desa jika prosesnya saja sudah bersinggungan dengan recehan. Walaupun, uang pemikat dari calon kepala desa yang berkompetisi di serak oleh tim sukses masing-masing.

Harusnya, panitia dari awal memberikan kesempatan kepada calon  di ruang terbuka untuk menyampaikan visi misinya sehingga adu gagasan membangun kampung halaman dapat disajikan kepada pemilih. Walaupun saat pencabutan nomor urut, panitia sudah menekankan kepada calon agar menghindari politik uang. Tetapi langkah itu tidaklah cukup tanpa pengawasan. **

 

#Sumatera Utara

Index

Berita Lainnya

Index