Bendahara UIN Menangkan Gugatan PTUN, BPK RI Diminta Batalkan SKP Rp700 Juta

Bendahara UIN Menangkan Gugatan PTUN, BPK RI Diminta Batalkan SKP Rp700 Juta

CELOTEH RIAU-Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau, memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

Gugatan No Register 03/G/2021/PTUN.Jkt, terdaftar atas nama Syamsul Kamar dan Desy Sesmita Wati, terhadap BPK RI, yang dilayangkan ke PTUN (11/1/2021) lalu, diputus PTUN Jakarta (1/7/2021). Setelah persidangan melelahkan selama 15 kali. Penggugat diwakili pengacara H Hasan Basri SAg, SH, MH, Fajril Khalis SH, MH dan Rozi Wahyudi SH, MH.

Hakim PTUN mengabulkan gugatan penggugat, yang dibebankan kewajiban mengganti kerugian negara oleh tergugat BPK, senilai Rp700 Juta. Pengadilan menilai, pembebanan ganti kerugian kepada penggugat tersebut tidak sah, cacat yuridis, baik prosedur formal dan aspek substansi.

Dalam putusan setebal 130 halaman tersebut, tertera diktum sebagai berikut: mengabulkan penundaan pelaksanaan obyek perkara, menunda pelaksanaan Keputusan BPK No 16.TP.10-2017/VII/2020.SKP, tanggal 16 Juli 2020, tentang Pembebanan Kerugian Negara kepada penggugat, selaku BPP UIN TA 2014.

Selain itu, menyatakan eksepsi (keberatan) tergugat BPK tidak diterima seluruhnya. Dalam pokok perkara mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan batal Keputusan BPK No 16, mewajibkan tergugat mencabut Keputusan BPK dimaksud, menghukum tergugat membayar biaya perkara.

Kepada wartawan di Pekanbaru kemarin Hasan Basri mengatakan, pihaknya merasa lega berhasil memenangkan gugatan terhadap BPK di PTUN.    

‘’Alhamdulillah, kami bisa memenangkan gugatan itu di pengadilan. Kami menerima informasi tergugat banding, dan kami akan mempersiapkan kontra memori banding,  melaporkan BPK ke Komnas HAM serta Ombudsmen RI,’’ ungkap Hasan Basri,  yang juga akademisi di UIN dan Unilak ini.

Lebih lanjut Hasan mengungkapkan, tergugat tidak memiliki dasar hukum yang kuat, di antaranya, setelah mengambil uang Rp700 juta di Bank Mandiri Cabang Ahmad Yani, 22 Mei 2014 lalu, Syamsul yang ditemani 4 orang menggunakan mobil APV dirampok di Jalan Tambusai saat hendak masuk ke rumah makan. 

Korban membuat laporan ke Polresta. Hasil menyelidikan polisi tidak ditemukan indikasi keterlibatan orang dalam, tidak ada unsur kesengajaan dan kelalaian dari korban.  Anehnya, hanya Syamsul dan Desy yang dibebani kewajiban mengganti kerugian itu, tanpa memeriksa atasan mereka BP dan Rektor UIN.

Kejanggalan lainnya, lanjut Hasan Basri, majelis tuntutan dalam Surat Keputusan Pembebanan (SKP) BPK 4 orang, sesuai Peraturan BPK RI No 03/2007.  Kenyataannya majelis tuntutan hanya 3 orang. Dasar Keputusan SKP BPK dalam obyek perkara No 12/K/I-XIII.2/12/2016, sementara kejadian perampokan 22 Mei 2014. 

SKP disampaikan ke penggugat dalam bentuk scan, tidak asli. Dalam sidang juga terungkap, BPK tidak memilki bukti surat asli berupa  BAP terhadap penggugat dan tidak menyampaikan hasil verifikasi Tim TPKN Kemenag ke BPK RI. (Nof)

#hukrim

Index

Berita Lainnya

Index