OJK: Restrukturisasi Kredit Rp778,91 T per Juli 2021

OJK: Restrukturisasi Kredit Rp778,91 T per Juli 2021

CELOTEH RIAU--Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total restrukturisasi kredit sebesar Rp778,91 triliun per Juli 2021. Angka itu diklaim turun dari sebelumya yang mencapai Rp900 triliun.

"Sudah turun sebelumnya di atas Rp900 triliun. Ini kami jaga terus agar tidak menjadi non performing loan (NPL) nantinya," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (30/8/2021).

Ia merinci restrukturisasi ini diberikan kepada nasabah UMKM sebesar Rp285 triliun dan non UMKM sebesar Rp493 triliun. Total nasabah yang mendapat fasilitas ini sebanyak 5,01 juta debitur.

"Kami sudah rencanakan untuk perpanjang untuk POJK nya, ini untuk memberikan ruang yang lebih longgar kepada pengusaha dan perbankan," terang Wimboh.

Meski begitu, ia meminta perbankan tetap membentuk pencadangan secara berkala. Hal ini agar perusahaan siap jika OJK mencabut kebijakan restrukturisasi kredit ketika ekonomi pulih setelah dihantam pandemi covid-19.

"Kami minta perbankan untuk selalu membentuk cadangan secara berkala, sehingga pada nantinya harus kami normalkan, neraca perbankan tidak terganggu," jelas Wimboh.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta OJK untuk memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 2023 mendatang. Saat ini, kebijakan restrukturisasi hanya berlaku sampai 2022 mendatang.

Ketentuan itu tertuang di Peraturan OJK (POJK) Nomor 48 /POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Selain meminta kebijakan restrukturisasi kredit diperpanjang, Airlangga mengatakan pemerintah juga mempertimbangkan agar persyaratan pengajuan restrukturisasi bisa dipermudah.

Selain itu, restrukturisasi bisa langsung diberikan dengan cepat bagi perusahaan yang berorientasi ekspor.

"Juga agar persyaratan perbankannya tidak perlu melakukan tambahan untuk proteksi capital adequacy ratio (CAR). Kita juga sudah melihat loan to asset ratio juga perlu dijaga," kata Airlangga.

Berita Lainnya

Index