Sidang Suap Bupati Adil

Kepala BPKAD Terima Fee Rp1,47 Miliar dari Pemberangkatan Jamaah Umrah

Kepala BPKAD Terima Fee Rp1,47 Miliar dari Pemberangkatan Jamaah Umrah

PEKANBARU - Fitria Nengsih, terdakwa suap terhadap Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, mendapatkan fee dari program pemberangkatan jamaah umrah yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti. Jumlahnya mencapai Rp 1 miliar lebih.

Fitria Nengsih merupakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti. Selain itu, ia merangkap Bisnis Manager (BM) di PT Tanur Muthmainah Tour, travel perjalanan umrah yang ditunjuk Bupati Kepulauan Meranti untuk mengangkut jamaah umrah.

PT Tanur Muthmainah Tour dengan mudah mendapatkan proyek perjalanan umrah yang didanai miliaran rupiah dari APBD Kepulauan Meranti, tanpa dilelang. Semua itu tidak lepas dari kedekatan antara Fitria Nengsih yang akrab disapa Neneng dangan Muhammad Adil.

Direktur Utama PT Tanur Muthmainah Tour sekaligus CEO, Muhammad Reza Pahlevi, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (7/7/2023), menjelaskan bagaimana perusahaannya mendapatkan pekerjaan itu.

Reza yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gunawan Abdul Karib dan kawan-kawan mengatakan PT Tanur yang merupakan milik keluarganya berdiri tahun 2016. Di sana juga ada Henny Fitriani, kakak dari Reza yang menjabat Komisaris.

"Terdakwa pertama kali ke kantor (di Jakarta), dibawa Ibu Tin Koswara. Bilang ada tim ni pak, bagus, penjualannya banyak dari Riau. Saya bilang silahkan, minta saya presentasi tentang program perusahaan, ada umrah murah. Itu tahun 2021," jelas Reza di hadapan mejelis hakim yang diketuai Martison.

Kemudian ada permintaan dari terdakwa melalui Henny kalau pihak PT Tanur dipertemukan dengan Bupati Meranti. Menurut Reza, karena dirinya ada kesibukan syiar di luar daerah, maka pertemuan diwakilkan oleh Dani Surya Abdullah, yang juga merupakan kakak saksi, sekaligus menjabat unsur pimpinan di perusahaan itu.

Di pertemuan itu disebutkan akan ada jemaah yang akan diberangkatkan umrah dari Kabupaten Kepulauan Meranti. Belum ada pembicaraan tentang paket yang dipilih, dan tidak disebutkan kalau pemberangkatan jamaah umrah itu program dari Pemkab Meranti.

Pada Oktober 2022, terdakwa melalui Henny meminta perhitungan paket 12 hari yang pemberangkatannya dari Embarkasi Batam, Kepulauan Riau. Berdasarkan permintaan itu, Henny menyampaikan kepada Reza dan Reza selaku selaku decision maker atau pengambil keputusan melakukan estimasi harga. 

Awalnya terdakwa menyebut ada 400 jamaah yang akan berangkat, tapi tiket yang ada cuma ada untuk 277 orang, dimana 6 diantaranya adalah tim leader, dengan pembayaran 250 orang. Jadwal pemberangkatan 4 Desember 2022 dari Meranti ke Batam. "Dipesankan kopernya warna hijau," tutur Reza.

Dari paket umrah itu, terdakwa mendapat fee dengan sistem 5 free 1. Artinya, dari lima orang jamaah, terdakwa akan mendapat 1 paket yang bisa digunakan untuk diri sendiri, diberi ke orang lain sebagai hibah maupun dijual lagi kepada orang lain.

Pembayaran dilunaskan sebelum keberangkatan. PT Tanur mengirimkan fee kepada terdakwa, dalam bentuk uang, sesuai keinginan terdakwa. "Sudah dikirim fee Rp1.475.950.000," ada buktinya," ungkap Reza.

Reza mengaku PT Tanur tidak mengetahui kalau jamaah yang diberangkatkan berasal dari proyek lelang di Pemkab Meranti, dan pakai E-Katalog. Hal itu baru diketahuinya ketika diperiksa oleh penyidik KPK.

"Tidak tahu kalau itu lelang, tidak pernah tanda tangan dokumen (dari Pemkab) sama sekali. Tahu setelah dipanggil KPK ," ucap Reza.

Selain Reza, JPU juga menghadirkan saksi Henny Fitriani selaku Komisaris PT Tanur Muthmainah Tour pusat, Fira selaku BM/Kepala Cabang dan Endang Afrina, staf perwakilan PT TMT di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti.

Henny dalam kesaksiannya menyebut dirinya berkomunikasi dengan terdakwa hanya melalui telephone dan pesan WhatsApp. Ia mengakui semua  jamaah yang dibawa berada di bawah terdakwa, sehingga semua fee untuk terdakwa.

JPU juga menanyakan terkait fee 5 free 1 yang diterima terdakwa dari PT Tanur kepada Fira, dan saksi mengaku tak mengetahuinya. "Awalnya tak tahu. Tahu setelah ada kejadian (ditangani KPK)," kata Fira yang menjadi admin untuk pengajuan lelang menggantikan terdakwa karena ASN dilarang ikut lelang.

Terkait fee itu, penasehat hukum terdakwa Boy Gunawan yang mendampingi terdakwa di Rumah Tahanan Negara (Rutan) menyinggung apakah fee yang didapatkan dari jemaah adalah keuntungan dia (terdakwa).

Henny dan Reza menyatakan itu hak terdakwa yang harus dikeluarkan. Terkait harga paket yang diberikan juga tidak dibedakan dengan jemaah mandiri atau jemaah lain yang tidak tergabung di kelompok terdakwa.

"Harga sama. Fee misalnya Buk Fitria Nengsih jabatannya BM jualannya langsung tak pakai perantara anak buahnya, maka seluruh hak dibawahnya punya beliau (terdakwa). Sesuai kewenangan diberikan pusat," ucap Henny dan Reza. 

Untuk diketahui, Fitria Nengsih ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan bersama Muhammad Adil dan Auditor Badan Pemeriksaan Keuangam (BPK) Perwakilan Propinsi Riau, 6 April 2023. 

Fitria Nengsih didakwa JPU memberikan suap kepada Bupati Muhammad Adil sebesar Rp750 juta pada Januari 2023. Suap itu karena Muhammad Adil selaku Bupati Kepulauan Meranti memberikan Pekerjaan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umrah Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun Anggaran (TA) 2022 kepada PT Tabur Muthmainnah Tour.

Atas perbuatannya itu, Fitria Nengsih diancam dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita Lainnya

Index