PEKANBARU - Kepala Ombudsman Perwakilan Riau, Bambang Pratama, mengimbau agar seluruh kepala daerah dan Penjabat (Pj) kepala daerah di Provinsi Riau tetap netral dalam pelaksanaan Pilkada serentak di Kabupaten/Kota di Riau.
Selain itu, ia juga meminta kepala daerah untuk memastikan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan mereka menjaga sikap netral.
"Kami meminta para kepala daerah sebagai pimpinan agar tidak mengambil kebijakan strategis yang dapat menguntungkan salah satu calon. Biarkan para calon itu bertarung. Kepala daerah diharapkan fokus mendukung penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis," ujar Bambang.
Lebih lanjut, Bambang menekankan pentingnya peran kepala daerah dalam menciptakan lingkungan kerja ASN yang netral. Hal ini dianggap sebagai langkah krusial untuk memastikan Pilkada berjalan dengan adil dan bebas dari pengaruh politis.
"Sejak awal, kami sudah meminta ASN, khususnya di lingkungan OPD, camat, dan lurah, untuk tetap netral dalam Pilkada. ASN harus fokus pada tugas utama, yaitu melayani masyarakat, bukan terlibat dalam tim sukses atau mendukung salah satu calon," tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa ASN tidak boleh melakukan tindakan pragmatis yang mengarah pada dukungan politik. "Kita ingatkan ASN untuk tidak terlibat dalam kegiatan kampanye atau mendukung kandidat tertentu. Fokus mereka harus pada pelayanan kepada masyarakat," tegas Bambang.
Diberitakan sebelumnya, informasi yang dirangkum CAKAPLAH.com Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dalam waktu dekat akan mengganti sejumlah pejabat di tingkat kelurahan. Mereka yang akan dilantik adalah para lurah dan sejumlah jabatan Kepala Seksi (Kasi) di kelurahan dan kecamatan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun CAKAPLAH.com, Risnandar juga merencanakan agar pelantikan pejabat itu dilakukan dalam waktu dekat sebelum Pilkada. Bahkan dia pernah menyebut, akan melakukan pelantikan dalam pekan ini jika rekomendasi usulan pelantikan disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ia menyebut, ada 13 jabatan lurah dan 73 kasi kecamatan dan kelurahan yang kosong. Saat ini pihak telah mengusulkan untuk melakukan pelantikan dua gelombang. Para camat di Kota Pekanbaru juga diinstruksikan Risnandar untuk tidak terlalu aktif mendukung salah satu pasangan calon.
Pihaknya tinggal menunggu Peraturan Teknis dari Kemendagri dan BKN untuk melakukan pelantikan pejabat kewilayahan.
Sebelumnya, Risnandar juga sudah melakukan mutasi terhadap pejabat eselon III di lingkungan Pemko Pekanbaru. Ada beberapa pejabat yang dimutasi serta promosi dalam pelantikan itu.
Hal ini membuat banyak pihak menilai Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa diduga "cawe-cawe" dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.
Anggota DPRD Pekanbaru dari Fraksi PAN Doni Saputra meminta agar pelantikan pejabat kewilayahan di Kota Pekanbaru dilakukan setelah Pilkada.
Menurutnya, hal ini akan menjadi sentimen negatif dari masing-masing calon yang maju pada Pilkada tahun 2024 ini. Masing-masing calon akan menilai bahwa pelantikan yang dilakukan Pj Walikota Pekanbaru akan menguntungkan salah satu calon.
Selain itu, kata Doni, Pemko Pekanbaru juga sudah mengeluarkan surat untuk seluruh RT/RW agar tidak ada pemilihan atau pelantikan sebelum Pilkada.
"Artinya Pemko Pekanbaru memerintahkan agar tidak melakukan pelantikan maupun pemilihan di tingkat RT/RW sebelum Pilkada, sementara Pj Walikota akan melakukan pelantikan pejabat lurah sebelum Pilkada, tentu masyarakat bertanya ada apa?" katanya.
Meski pelantikan itu kewenangan Pj Walikota, dia berharap agar pelantikan yang akan dilakukan dapat dilaksanakan setelah Pilkada.
"Kalaupun memang sudah mengajukan untuk pelantikan, kita harap pelantikan itu setelah Pilkada. Karena momennya tidak pas. Sedangkan Pemko sendiri minta RT/RW untuk tidak lakukan pelantikan sebelum Pilkada, kan itu pertimbangannya," jelasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Zainal Arifin dari Fraksi Gerindra. Kata dia, kalau untuk mengisi jabatan yang kosong silakan dilakukan pelantikan. Namun untuk menggantikan atau memutasi pejabat yang sudah ada atau rotasi pejabat tentunya perlu dipertanyakan.
"Kalau mengisi kekosongan jabatan silakan saja, tapi kalau untuk melakukan mutasi atau merotasi pejabat yang sudah ada tentu akan mengganggu kinerja dari aparat di bawah," ujar Zainal.
Menurutnya, jika dilakukan mutasi pejabat, akan menimbulkan pertanyaan. Bahkan akan muncul dugaan di balik mutasi tersebut.
"Karena itu, kita berharap pelantikan pejabat kewilayahan itu dilakukan setelah Pilkada. Kalau sebelum Pilkada, tentu akan mengganggu proses atau tahapan yang sedang berjalan, dan akan memunculkan dugaan-dugaan politik tentunya," pungkasnya.