Anwar Usman Siap Diperiksa Majelis Kehormatan MK

Anwar Usman Siap Diperiksa Majelis Kehormatan MK
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman hadir dalam acara pelantikan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Aula Gedung II MK, Jakarta, Selasa (24/10/2023). Foto: Republika/Prayogi

CELOTEHRIAU - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus adik ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman menyatakan siap diperiksa Majelis Kehormatan MK (MKMK). Anwar dilaporkan sejumlah elemen masyarakat atas dugaan pelanggaran etik dalam putusan MK yang pro pencalonan Gibran Rakabuming sebagai cawapres.

"Loh semua lah (hakim MK diperiksa), sudah siap banget," kata Anwar kepada wartawan usai pelantikan MKMK pada Selasa (24/10/2023).

MK sementara ini memperoleh tujuh laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim MK. Tujuh laporan itu nantinya diperiksa dan diadili oleh MKMK beranggotakan Wahiduddin Adams , Prof Jimly Asshiddiqie, dan Prof Bintan Saragih.

"Ini orang-orang yang punya kredibilitas, semua orang juga tahu lah," ujar Anwar.

Anwar menjamin MKMK bakal bekerja independen, transparan dan akuntabel. Anwar membantah para anggota MKMK sarat konflik kepentingan.

"Enggak ada (konflik kepentingan). Jadi begini, tadi (anggota MKMK) sudah disumpah. Dengar nggak sumpahnya tadi? Tadi sumpah itu loh," ujar Anwar.

Anwar juga menjelaskan kehadiran MKMK masih bersifat adhoc atau baru dibuat ketika ada desakan publik. Anwar berdalih MKMK belum bisa dijadikan permanen karena urusan RUU MK.

"Ya selama undang-undangnya masih begini yah. Nanti menurut rencana kan ada perubahan undang-undang (MK)," ujar Anwar.

Pembentukan MKMK merupakan amanat Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pada 3 Februari 2023, MK telah menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023). Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Diantaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).

Sebanyak enam gugatan ditolak. Tetapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

Berita Lainnya

Index