Wakapolri : Demokrasi Bukan Berarti Bebas Sebebas-Bebasnya

Wakapolri : Demokrasi Bukan Berarti Bebas Sebebas-Bebasnya
Wakapolri foto bersama dengan civitas akademika Unri (celotehriau.com)

CELOTEH RIAU.COM(PEKANBARU)--Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Riau (Unri), Rabu (11/3/2020) dengan mengusung tema ''Merawat Kebinekaan di Era Demokrasi''.

Turut hadir Rektor Unri Prof. DR Aras Mulyadi. M.Si, Anggota Dewan Pers Arif Zulkifili, Presma UNRI Syafrul Ardi dan acara ini dipandu Moderator Setri Yasra, SE, M.Ikom (Pimred Tempo.co). 

Wakapolri mengatakan, ia optimis bahwa Indonesia tidak akan bubar. Penegasannya itu merupakan sejenis jawaban dari pertanyaan bernada keresahan di masyarakat. Khususnya terkait dengan berbagai persoalan penuh tendensi di tanah air, salah satunya berujung pada persoalan identitas yang dipolitisasi. 

''Agar Indonesia tak bubar. Caranya dengan menjaga demokrasi dalam kebhinnekaan. Sehingga demokrasi tidak diartikan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Tetapi kebebasan yang taat terhadap rule of law,'' kata Wakapolri kepada para peserta kuliah umum di Universitas Riau, Rabu (11/03/2020).

Wakapolri melanjutkan, seluruh elemen masyarakat agar jangan merelakan diri terjebak dengan gelombang negatif politisasi identitas tersebut. Termasuk juga para civitas akademia di seluruh Indonesia.

''Pahami bahwa civitas akademia, para mahasiswa dan mahasiswi, punya tanggung jawab yaitu menjalankan peran sebagai guardian of value - menjaga nilai-nilai kebhinnekaan dan Pancasila, serta akar persatuan dan kesatuan,'' lanjut Wakapolri.

Meski demikian, Wakapolri tidak memungkiri bahwa politisasi identitas memang faktual. Tapi fakta itu justru jangan menjadikan masyarakat malah menyerah dengan berbagai gelombang negatif itu.

''Lewat hoaks, medsos dan fenomena post-truth, hal ini saling berkaitan. Itu semua tentu saja dapat menganggu demokrasi di Indonesia. Maksimalkan dan eksplorasi kemampuan kalian sebagai bentuk perlawanan terhadap politisasi identitas. Jangan menjadi orang biasa. Jadilah orang yang luar biasa dengan berbuat sesuatu yang luar biasa yang tidak dibuat oleh orang lain. Tentunya dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika,'' pungkas Wakapolri.

Untuk menjaga kebinekaan ditengah era demokrasi ini, Wakapolri agar mengingatkan mahasiswa Universitas Riau untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan antar sesama bangsa dalam diri masing-masing, maupun dalam kelompok organisasi.

Gatot mengakui, saat ini Indonesia menjadi incaran negara-negara lain karena memiliki bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2040 mendatang.

''Ada juga pendapat mengatakan proses itu terjadi akan lebih cepat lagi pada tahun 2030 nanti,'' kata Gatot.

Perlu di ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki semua syarat menuju itu, antara lain Sumber Daya Manusia yang melimpah, Sumber Daya Alam kita sangat banyak yang belum dieksplorasi, dan daerah kita ini juga luas.

''Jika Indonesia dapat memanfaatkan momentum itu, yang jelas akan ada negara yang tidak senang. Karena akan membuat negara ini menjadi negara kuat,'' ujar Gatot.

Efek dari Indonesia menjadi negara kuat, maka Indonesia bisa mendominasi negara lain. Hal ini menjadi kekhawatiran, makanya selain faktor internal, ada faktor eksternal juga dalam menjaga persatuan ini.

'"Faktor internal yang dimaksud ialah, faktor dimana ada kepentingan pemilik modal dalam melakukan politik anarki, dimana mereka bisa memaksakan masyarakat low class untuk kepentingannya,'' katanya.

Untuk dari sisi faktor eksternal antara lain faktor negara lain yang tidak senang dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Maka, saat satu negara mau menguasai negara lain, bukan dengan perang konvensional lagi, tapi sebelum invasi, mereka akan membelah bangsa dulu, membuat polarisasi di masyarakat.

''Terjadinya perpecahan ini, karena mengingat perkembangan teknologi yang cukup pesat, dimana dalam jangka waktu singkat informasi hoax bisa disebarluaskan dengan cepat,'' beber Gatot.

Hal ini diperparah dengan minimnya tingkat literasi masyarakat Indonesia sehingga tanpa melakukan verifikasi, banyak yang menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya ini lewat media sosial.

''Media sosial memiliki perbedaan dengan media konvensional, dimana media konvensional memiliki owner, pimred, editor, hingga wartawan lapangan sehingga data yang disampaikan bisa diuji,'' sebut Gatot.

Sementara, media sosial hanya menyampaikan informasi tanpa ada filter. Apalagi, dengan hoax yang dilancarkan terus menerus, masyarakat mengabaikan fakta karena lebih mengedepankan emosional.

Wakapolri juga mengingatkan kembali kondisi bangsa Indonesia pasca Pemilu, sehingga ia mengajak mahasiswa untuk mengedepankan persatuan daripada pilihan politik. 

''Dalam dunia politik, perbedaan pilihan politik itu biasa, tapi setelah pemilihan mari kita berangkulan lagi, kompetisi diulang lagi di Pemilu selanjutnya,'' tambahnya.

Terpisah, rektor Universitas Riau, Aras Mulyadi bahwa materi yang disampaikan pak Wakapolri sejalan dengan tujuan UR yang ingin memajukan bangsa Indonesia lewat pendidikan.

Hal ini l sesuai dengan semboyan Universitas Riau Jantung Hati Riau tentu akan bersatu padu demi kemajuan bangsa di sektor pendidikan. 

''Apalagi di UR ini semuanya ada, dari Aceh hingga Papua,'' katanya.

Berita Lainnya

Index