Golkar Lepas Kader Potensial Nyaleg ke Partai Lain?

Golkar Lepas Kader Potensial Nyaleg ke Partai Lain?

PEKANBARU - Partai Golkar yang dikenal sebagai partai bertabur kader harus melepaskan beberapa kader potensial di Pemilu 2024 mendatang.

Setidaknya ada beberapa kader yang merupakan anggota DPRD pindah ke partai lain di Pemilu 2024. Sebelumnya ada empat anggota DPRD Bengkalis dari Golkar yang pindah, dan saat ini masih terus berpolemik perihal PAW.

Kemudian ada nama Sulastri, anggota DPRD Riau Dapil Inhil dua periode yang akhirnya memutuskan pindah ke partai yang diketuai sang suami, Partai Demokrat.

Terakhir, ada nama Bupati Inhil, HM Wardan yang sebelumnya masuk di DCS DPR RI Dapil Riau 2, ternyata menjelang DCT posisinya santer terdengar ditikung oleh mantan Bupati Kuansing, Sukarmis. Bahkan, PPP sudah mengkonfirmasi kepastian bahwa Wardan akan berlabuh ke 'partai kakbah' itu.

Fenomena keluarnya para kader-kader potensial ini mendapat sorotan dari Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, Dr Aidil Haris.

Ada dua sisi yang dinilai oleh Aidil, yakni dari sisi kebijakan partai, dan personal dari para kader.

Menurut Aidil, yang pertama bisa dinilai adalah kepiawaian Ketua Golkar dalam menjaga keharmonisan para kader Golkar, dan potensi kerugian yang bakal dialami Golkar dengan berkurangnya suara dari para kader yang memilih pindah tersebut.

"Artinya Syamsuar tidak mampu mempertahankan dan memberikan ruang yang lebih pasti kepada kader untuk mengembangkan Partai Golkar itu sendiri," kata Aidil.

Selain itu, kata Aidil, arus dari atas yang begitu besar terpaannya ke daerah juga menjadi alasan kader untuk mundur dan lompat ke partai lain yang lebih menjanjikan.

Kemudia, adanya kader yang pindah partai kata Aidil tentu ada plus minus. Di satu sisi, politisi yang pindah partai menjadikan parpol sebagai alat, dan bukan menanamkan ideologi. Namun di sisi lain, politisi yang pindah partai dianggap tidak menanamkan nilai-nilai ideologi partai.

"Dia dianggap politisi yang tak berideologi yang jelas," cakapnya.

Di lain hal juga mungkin politisi yang pindah partai merasa bahwa partai yang ditinggalkannya tak lagi memiliki ideologi partai yang sesungguhnya.

"Partai yang dia tinggalkan itu tidak sesuai lagi dengan hati nuraninya. Akibatnya ia pindah haluan. Pertanyaannya, akankah partai baru ini akan mampu dijadikan alat, dan mampu memberikan kenyamanannya untuk mengakomodir kepentingan rakyat? Itu menarik untuk disimak kedepannya," tukasnya.

Berita Lainnya

Index