Asia Perlu Tambah Investasi 1 Persen PDB Akibat Corona 

Asia Perlu Tambah Investasi 1 Persen PDB Akibat Corona 

CELOTEH RIAU---Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mencatat negara-negara di kawasan Asia membutuhkan tambahan dana investasi sekitar 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2021.

Penambahan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang terganggu pandemi virus corona atau covid-19.

Sebelum pandemi, LPEM FEB UI memperkirakan kawasan Asia perlu investasi US$24,04 triliun selama 2016-2030. Sementara kawasan Asia tanpa China membutuhkan investasi sekitar US$8,56 triliun pada periode yang sama.


Artinya, kawasan Asia membutuhkan investasi sekitar US$1,6 triliun per tahun dan Asia tanpa China membutuhkan sekitar US$570,8 miliar per tahun.

Secara persentase, kebutuhan investasi di Asia mencapai 4,1 persen dari PDB. Sedangkan Asia tanpa China berkisar 3,5 persen dari PDB.

Seluruh kebutuhan investasi ini untuk memenuhi dana pembangunan. Namun, pandemi covid-19 telah menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia.

"Apalagi, pandemi telah meningkatkan permintaan akan investasi dalam kebutuhan infrastruktur sosial. Maka, Asia harus menginvestasikan anggaran tambahan sekitar 0,5 persen sampai 1 persen dari PDB," kata Peneliti LPEM FEB UI Teguh Dartanto di forum dialog virtual yang diselenggarakan institusinya, Kamis (18/2).


Dengan begitu, estimasi baru mencatat kebutuhan investasi Asia setidaknya perlu mencapai 5,1 persen dari PDB akibat covid-19. Sementara investasi di Asia tanpa China perlu mencapai 4,5 persen dari PDB.

Masalahnya, investasi rupanya tidak mudah didapat oleh seluruh negara Asia secara bersamaan. Menurut hasil penelitian LPEM FEB UI, ada kesenjangan pembiayaan yang besar di negara-negara berkembang Asia, termasuk salah satunya dialami Indonesia.

Hal ini membuat negara-negara berkembang Asia memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur sosial. Mulai dari rumah sakit dan layanan kesehatan, sekolah dan sarana pendidikan, perumahan, dan lainnya.

Saat ini, mengutip data OECD, Teguh mengatakan kapasitas rumah sakit di Asia-Pasifik masih rendah, yaitu hanya memiliki 2-3 tempat tidur per 1.000 populasi. Kapasitas ini masih di bawah rata-rata negara berpendapatan tinggi di dunia dan Asia sekitar 4-6 tempat tidur.

"Covid-19 memperlebar kesenjangan pembiayaan antara investasi yang ada dan kebutuhan infrastruktur sosial," imbuhnya.

Tak hanya memperlebar kesenjangan pembiayaan, riset LPEM FEB UI juga menemukan bahwa pandemi covid-19 akan meningkatkan jumlah penduduk miskin di kawasan Asia. Sebelumnya, proyeksi lembaga memperkirakan ada tambahan 88-115 juta masyarakat yang masuk ke kemiskinan ekstrem pada 2020.

"Ini dapat meningkat menjadi 150 juta pada 2021," katanya.

Senada, Direktur Analisis Ekonomi dan Divisi Dukungan Operasional Riset Ekonomi di Departemen Kerjasama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Rana Hasan juga melihat negara-negara di Asia perlu tambahan investasi untuk mengatasi pandemi dan meneruskan pembangunan. Namun, ia belum mengungkap berapa besar penambahan yang diperlukan.

Tapi yang jelas, jumlahnya lebih dari estimasi terakhir ADB, di mana kebutuhan investasi untuk infrastruktur di Asia sempat diramal setidaknya memerlukan US$1,7 triliun per tahun pada 2016-2030. Estimasi ini muncul dari hitung-hitungan kebutuhan investasi dari 45 negara di kawasan ini.

"Ini tentu harus meningkat pada tahun-tahun berikutnya," ujar Hasan pada kesempatan yang sama.

Di sisi lain, menariknya, data ADB menemukan aliran investasi di Asia sebelum pandemi mayoritas mengalir ke perusahaan- perusahaan rintisan (startup) dengan valuasi di atas Rp1 miliar atau dikenal dengan sebutan unicorn. Kebetulan, Asia merupakan salah satu kawasan yang rajin mencetak unicorn dalam beberapa tahun terakhir.

"45 persen dari investasi di 2019 ada di unicorn," katanya.

Jumlah unicorn pun meningkat dari 10 pada 2015, naik menjadi 40 pada 2019 dan proyeksi ADB akan mencapai 100 unicorn pada 2025.

#ekbis

Index

Berita Lainnya

Index