Surpres Jokowi ke DPR, Soal RUU Ciptaker Digugat ke PTUN

Surpres Jokowi ke DPR, Soal RUU Ciptaker Digugat  ke PTUN

CELOTEH RIAU.COM--Tim Advokasi untuk Demokrasi menggugat Surat Presiden (Surpres)Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan Rancangan Undang-undang  Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Salah satu kuasa hukum Tim Advokasi Arif Maulana mengatakan, gugatan itu telah didaftarkan ke PTUN pada Kamis (30/4/2020).

"Yang menjadi objek gugatan dalam peradilan dalam PTUN adalah Surpres yang dikirim ke DPR pada 12 Februari 2020," kata Arif dalam konferensi pers virtual, Ahad (3/5/2020).

Empat penggugat yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Buruh Indonesia (KPBI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Perkumpulan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Arif menjelaskan, Tim Advokasi menilai adanya pelanggaran prosedur dan substansi dari penyusunan draf RUU Ciptaker yang dilakukan pemerintah.

Sebagai inisiator dari RUU tersebut, pemerintah tidak secara aktif melibatkan masyarakat dalam penyusunan draf RUU tersebut. Hal ini, kata dia, mengabaikan prinsip yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Kemudian yang terjadi adalah, tiba-tiba ada RUU yang beredar di masyarakat dan pemerintah begitu saja mengusulkan RUU Ciptaker yang mengatur 11 klaster," ujarnya.

Sementara itu, secara substansi, RUU Cipta Kerja juga dinilai menabrak berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-undang Dasar 1945, dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Arif, setidaknya ada 27 dari 54 putusan Mahkamah Konstitusi yang ditabrak pemerintah dalam RUU Cipta Kerja.

Lebih lanjut, ia berharap PTUN dapat mengabulkan gugatan Tim Advokasi dengan membatalkan Surpres tersebut. Menurut dia, dengan dibatalkannya Supres lewat pengadilan, maka pemerintah maupun DPR tidak berhak untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

"Karena Surpres tersebut harus dinyatakan batal demi hukum dan harus cabut Surpres. Artinya pembahasan di DPR tidak bisa dilanjutkan," jelasnya. 

Sementara itu, Direktur YLBHI Asfinawati menyatakan, sejak awal pemerintah terlihat menyembunyikan draf RUU Cipta Kerja dari masyarakat. Ini terbukti bahwa selama pembahasan tidak ada salinan draf RUU yang diterima masyarakat. 

"Bukan kita tidak bisa mendapatkan, tapi memang disembunyikan," jelas Asfina. 

Selain itu, ia juga menilai pelibatan KADIN dalam penyusunan RUU Cipta Kerja juga bermasalah. Malah, pemerintah tidak mengundang pihak buruh untuk membahas poin-poin dalam RUU Cipta Kerja.

"Ketiga, proses manipulatif. kami diundang pemerintah ketika berkas RUU sudah dikirim ke DPR. Kalau memang mengundang untuk mendapat masukan, dia akan panggil orang-orang itu sebelum diserahkan ke DPR sebelum diubah," kata Asfinawati.

Berita Lainnya

Index