Kasus Jual Beli Tanah, Ahli Pidana Sebut Jika Terjadi Pembatalan,  Uang  Jual Beli tak Dikembalikan Maka....

Kasus Jual Beli Tanah, Ahli Pidana Sebut Jika Terjadi Pembatalan,  Uang  Jual Beli tak Dikembalikan Maka....
Saksi ahli hukum pidana Ediyansah SH MH saat menjadi saksi kasu dugaan penipuan jual beli tanah.

CELOTEHRIAU--Jika  uang jual-beli yang dilakukan secara sah ketika terjadi  pembatalan sepihak  dan tidak dikembalikan, maka itu masuk kategori pidana penggelapan. 

Hal itu disampaikan saksi ahli hukum Pidana dari Universitas Riau (UR), Erdiansyah SH MH, pada 
sidang dugaaan kasus penipuan jual-beli tanah sebesar Rp1,1 miliar dengan terdakwa Sri Deviyani, di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (13/7/21).

Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Mahyudin SH MH dibantu hakim Anggota Basman SH dan Iwan Irawan SH dan  jaksa penuntut umum (JPU) Julia Rizki Sari SH dan Sartika SH.

"Kalau uang jual-beli yang dilakukan secara sah ketika ada pembatalan dan tidak dikembalikan, maka itu masuk kategori pidana penggelapan,"kata Erdiansyah.

Erdiansyah menyebutkan, jika hukum jual-beli tidak sama dengan hukum utang-piutang."Itu dua hal yang berbeda,"tegasnya.

Masih kata Erdiansyah, apabila pihak pertama selaku penjual membatalkan akad jual-beli sepihak, maka dia harus mengembalikan uang yang telah diterima dari pihak kedua selaku pembeli. Jika itu tidak dilakukan, maka masuk kategori penggelapan uang jual-beli.

Kasus ini berawal, pada tahun 2012 terdakwa menawarkan kepada Elly Mesra tanah seluas 1,2 hekta dengan harga Rp150 ribu per meter. Saat itu, terdakwa menyampaikan kepada korban bahwa tanah yang berlokasi di Jalan Budi Luhur Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru itu sangat strategis.

Terdakwa mengatakan jika tanah ini lokasinya bagus. Prospek ke depannya juga bagus.

Kemudian, korban pun bersama suaminya, Saqlul, melihat lokasi tanah milik terdakwa itu. Setelah melihat tanah itu, korban pun setuju untuk membelinya.

Saat itu, disepakati harganya Rp100 ribu per meternya. Sehingga total harga tanah itu sebesar Rp1,2 miliar.

Akad jual-beli itu dilakukan di hadapan notaris. Untuk pembayarannya, dilakukan secara bertahap.

Rincian transfer yang dilakukan Elly ke rekening terdakwa nomor 01012122296 Bank Riau Kepri (BRK) itu yakni pada tanggal 24 September 2012 sebesar Rp 115 juta, tanggal 15 Oktober 2012 sebesar Rp100 juta. Kemudian, tanggal 23 November 2012 sebesar Rp100 juta dan terakhir, tanggal 1 Februari 2013 sebesar Rp550 juta.

Mengenai surat tanah itu lanjutnya, alas haknya masih SKGR. Terdakwa hanya menyerahkan foto copy SKGR kepada korban dan berjanji akan membalikkan nama surat tanah itu secepatnya.

Namun setelah dibayarkan, ternyata terdakwa tidak kunjung menyerahkan sertifikat tanah kepada korban. Setiap ditagih ke rumahnya, terdakwa selalu mengelak dengan berbagai alasan.

Hingga akhirnya apada tahun 2017 lalu, Elly mendapatkan kabar jika tanah yang dibelinya itu telah dijual terdakwa kembali kepada orang lain. Tanah itu dijual terdakwa kepada saksi Martalena seharga Rp1,3 miliar.

Korban pun kemudian berusaha menghubungi dan mencari terdakwa ke rumahnya. Namun terdakwa tidak dapat ditemui. Hingga kasus ini dilaporkan ke polisi.

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat pasal berlapis terhadap terdakwa yakni pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Kemudian, pasal 378 KUHP tentang penipuan.

#hukrim

Index

Berita Lainnya

Index